Jumat, 20 April 2012

15. Tuhan menyesal atau tidak?

15. MENJAWAB TUDUHAN KONTRADIKSI!

Tuhan menyesal atau tidak?
a. Tuhan Menyesal dan pilu (Kejadian 6:5-6)
b. Tuhan tidak punya sifat menyesal (1 Samuel 15:29, Bilangan 23:19)

Tanggapan:
Kita tidak boleh lupa, bahwa segala pembicaraan kita tentang Allah adalah selalu kurang lebih antropomorf (majas, bersifat manusia).

Ini bukan suatu hal yang jahat. Sebab Allah sendiri mau berbicara kepada kita dalam bentuk-bentuk antropomorf, supaya "pernyataan-Nya" dapat dimengerti oleh manusia.

Dalam bahasa asli,
Hebrew,
הָוהְי םֶחָּנִּיַו םָדָאָה־תֶא הָׂשָע־יִּכ ץֶרָאָּב
בֵּצַעְתִּיַו־לֶ
׃וֹּבִל
Translit interlinear,
VAYINÂKHEM {dan Dia menyesal} YEHOVÂH {TUHAN} KÏ-'ÂSÂH {karena Dia menjadikan} 'ET-HÂ'ÂDÂM {manusia itu} BÂ'ÂRETS {di bumi} VAYIT'ATSÊV {dan memilukan} 'EL-LIBÕ {hati-Nya}

Kata "menyesal" di terjemahkan oleh LAI dari kata "NÂKHAM". Bahasa Ibrani םחנ - NÂKHAM secara konseptual kata bermakna "tidak sesuai dengan yang dikehendaki sehingga memerlukan penghiburan, hal-hal yang tidak memuaskan hati".

Kita juga harus ingat, bahwa kata "menyesal" atau pun "maaf", tidak selamanya berkaitan oleh orang yang telah berbuat salah, seperti contoh:

"Saya menyesal melihat tingkah lakumu seperti ini"

"Presiden menyesalkan kasus kecelekaan pesawat Mandala di Medan" [1]

"Saya minta maaf atas kekalahanmu", d.l.l.

Kata "menyesal" dan "maaf" dalam arti konseptual juga berlaku di Indonesia, seperti lihat contoh terakhir, 

"Saya minta maaf atas kekalahanmu", padahal "kekalahan" temannya itu bukan karena ia. Atau contoh kedua, kecelakaan pesawat bukan kesalahan presiden tetapi kenapa Presiden menyesal?

Majas Antropomorfisme (dalam bentuk manusia) sedikit sama dengan majas Personifikasi, yang menggambarkan sesuatu secara manusiawi. Allah digambarkan oleh Penulis Alkitab secara antropomorfisme, misal dikatakan "tangan Allah", "mata Allah", "Allah murka", "Allah sedih", dan lain-lain, adalah contoh dimana sosok dan perasaan Allah digambarkan dengan cara antropomorf agar sekiranya lebih dimengerti. Allah dalam Alquran juga senantiasa menggambarkan diri-Nya dengan cara antropomorf, memiliki; tangan (QS. 38:75, QS. 5:64), mata (QS. 52:48), tempat (QS. 7:54), Roh (QS. 15:29), dan lain-lain.

Dan dari Bilangan 23:18-20 sendiri, mengumumkan bahwa Allah bukanlah manusia sehingga Ia berdusta atau menyesal, tentu konteksnya di sini lebih kepada sikap manusia (yang berdusta dan mengecewakan), sebab pada ayat selanjutnya di katakan,

* Bilangan 23:19,
Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?

Demikian pun pada 1 Samuel 15:29! 1 Samuel 15:29, diucapkan oleh Samuel kepada raja Saul, ketika raja Saul kembali dari memerangi bangsa Amalek. Di dalam memerangi bangsa Amalek itu raja Saul makin menampakkan kekerasan hatinya, dengan secara terang-terangan melanggar perintah Allah. Raja Saul menawan raja Amalek dan merampas lembu-lembu bangsa Amalek dengan alasan akan dipersembahkan kepada Allah. Padahal Allah dengan tegas memerintahkan supaya Saul menumpas segala orang Amalek dengan segala harta-bendanya (jangan ada yang diambil).

Sebagai raja yang mewakili umat Allah, Saul harus menampakkan ketaatannya yang sebesar-besarnya kepada Tuhan. Dengan perbuatannya itu, raja Saul membahayakan kedudukan umat Israel sebagai sekutu Allah. Oleh karena Allah telah sekali berfirman, bahwa Ia menjadi sekutu Israel, maka Ia tidak akan berubah dari putusan-Nya itu. Ia memegang teguh kepada apa yang telah direncanakan. Tiada seorangpun yang boleh mengeraskan hatinya guna meniadakan atau menggagalkan rencana Allah itu. Karena Saul berbuat demikian (akan menggagalkan kedudukan Allah sebagai sekutu umat-Nya) maka ia ditolak oleh Tuhan. Tuhan mengambil kerajaan dari tangan Saul, dan akan memberikannya kepada orang lain. Sekalipun Allah sendiri yang telah memanggil Saul untuk menjadi raja, akan tetapi karena Saul akan merusak rencana Allah, Tuhan menarik kembali keputusan-Nya yang telah diambil terhadap Saul dengan alasan bahwa Saul membahayakan rencana Allah yang mengenai umat-Nya.

Oleh karena Tuhan tidak tahu menyesal, artinya: tidak pernah menyesali keputusan-Nya untuk menjadi sekutu Israel, maka Tuhan menyesalkan perbuatan Saul yang membahayakan keputusan Allah yang pokok tadi. Bdk: [1]

Kejadian 6:6, bahwa Allah menyesal di sini ditujukan kepada perbuatan manusia yang membahayakan rencana Allah, menyelamatkan dunia ini. Manusia pada zaman Nuh membahayakan rencana Allah untuk menjadi sekutu manusia, yaitu dengan berbuat dosa yang menyolok sekali.

Perbuatan mereka sama dengan perbuatan raja Saul. Oleh karena Allah setia kepada rencana-Nya, artinya oleh karena Ia tetap sama atau tidak berubah terhadap rencana-Nya; maka Ia MENYESALKAN PERBUATAN MANUSIA pada zaman Nuh itu.

Baik 1 Samuel mau pun Kejadian; sama-sama menunjukkan, bahwa Allah tidak menyesal bahwa Ia menjadi sekutu umat-Nya atau menjadi sekutu manusia, hanya saja Allah menyesalkan (kecewa) perbuatan manusia yang membahayakan maksud-maksud-Nya yang mulia itu.

NB:
1. Tim penerjemah Alkitab, King James Version, misalnya menterjemahkan kata Ibrani נחם -'NÂKHAM' sebanyak 41 kali sebagai "menyesal", diantara 108 kata 'NÂKHAM' yang bermakna lain dalam Alkitab bahasa asli Ibrani. Bandingkan dengan nama "Nuh" dalam Kejadian 5:29 dan bandingkan pula Ishak "dihiburkan" ('NÂKHAM') oleh istrinya atas kematian ibunya (Kejadian 24:67), atau Yakub menolak "dihiburkan" ('NÂKHAM') atas kematian Yusuf (Kejadian 37:35). Jelas "menyesal" di sini adalah hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendak sehingga memerlukan pemakaian kata "NÂKHAM" di sana.

2. Tidak bakal menjadi kontradiksi! Jika penuduh memahami cara Allah bekerja dalam sejarah dan memahami penggunaan bahasa Ibrani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar